Beberapa
waktu lalu temanku menceritakan kepadaku tentang peristiwa yang membuatku
tersentuh, terharu.
Hal
ini tentang sebuah organisasi islam di kampus kami. Jazirah namanya. Aku tidak
ikut dalam organisasi itu tapi aku suka berkumpul dan berteman dengan mereka
karena mereka memiliki pengaruh baik, dan mereka memang baik. Seperti halnya
pramuka yang aku pegang teguh, organisasi Islam juga memegang teguh
prinsip-prinsip dan nilai-nilai (norma) yang aku sukai.
Nama
organisasi Islam di kampusku Politeknik Negeri Semarang adalah Jazirah.
Perbincangan kami tentang Jazirah entah berawal darimana tapi aku teringat
ketika aku ikut acara Gebyar MUSLIMAH. Aku agak heran di kantik Tata Niaga kami
ada banyak anak laki-laki dengan pakaian sopan sambil membuka laptop. Oke,
mungkin mereka sedang belajar, tapi apabila benar mereka dari kos dan ke kampus
untuk belajar apakah harus serapi itu?
Kemudian aku
mengerti ketika acara Gebyar Muslimah selesai dan para anak laki-laki ini masuk
ruangan acara. Mereka rupanya dengan setianya menunggui para akhwat
(teman-teman yang putri), merekalah yang bertugas untuk membereskan
perlengkapan.
Sontak aku
terharu. Bagiku, itu sikap ksatria.
Temanku ini,
panggilannya Ifa, dia tinggal di wisma yang mana menjadi salah satu posko untuk
organisasi Islam yang putri. Sementara wisma untuk yang putra ada di rumah
sebelahnya.
Ifa
bercerita bahwa ketika acara Idul Ahda anak-anak wisma biasanya membakar sate. Caranya,
yang putri membuat bumbu dan menyiapkan sate, kemudian ditaruh di pagar pembatas
supaya diambil anak-anak laki-laki untuk dibakarkan. Setelah matang bagian
untuk yang putri akan ditaruh di atas pagar lagi, kemudian mereka mengirim
pesan singkat kepada yang putri supaya diambil.
Aduh, aku
bingung bagaimana menceritakannya supaya pembaca menangkap chemistry
yang tercipta dalam imajinasiku, dalam bayanganku ketika mereka bekerjasama.
Melakukan suatu hal bersama-sama dengan cara yang indah menurutku.
Bagiku, itu
adalah hal yang sangat romantis. Bagaimana cara mereka saling menjaga diri,
menjaga kehormatan dan harga diri satu sama lain, bagaimana cara mereka tetap
bekerjasama tapi tetap memiliki batas. Itu indah dalam mataku. Itu romantis
bagiku.
Lebih
romantis daripada makan berdua, atau nonton bioskop berdua.
Mereka
adalah sekelompok perempuan dan sekelompok laki-laki yang bekerjasama dengan
tetap menjaga diri supaya tetap ada jarak. Yang perempuan memiliki tugas
sendiri dan yang laki-laki memiliki tugas sendiri, ini seperti ketika yang
laki-laki bekerja di luar dan yang perempuan yang memasak. Bagiku ini juga salah
satu sikap ksatria seperti ketika di acara Gebyar Muslimah.
Mungkin bagi
pembaca konyol dan aneh, yang perempuan menyiapkan sate dan yang laki-laki yang
membakar dengan dibatasi oleh pagar tembok sehingga tidak ada komunikasi secara
langsung. Bagaimana bisa disebut romantis? Bagaimana bisa yang putri ada acara
dan yang laki-laki hanya menunggu untuk jadi semacam petugas usung-usung
dianggap ksatria?
Di rumahku,
biasanya ayahku yang menyembelih ayam, mengulitinya, membersihkan dari kotoran,
semantara ibuku yang memasaknya untuk kami. Ketika lebaran kami sekeluarga yang
merangkai janur, aku dan ibu yang mengisi beras, sementara ayahku yang memasak
di tungku berpanas-panasa dengan api dan kayu yang membara selama kurang lebih
tiga jam.
Jika pembaca
bisa menangkap maksudku, alhamdulillah. J
Satu hal
yang juga sangat aku suka. Sikap ksatria ini, sikap mereka untuk menjaga
kehormatan dan mengambil alih pekerjaan-pekerjaan berat, mereka lakukan bukan
hanya untuk satu orang saja, bukan hanya ketika kepada gadis yang spesial bagi
mereka. Tapi kepada semua teman-teman perempuan yang membutuhkan. Tidak pandang
buluh. Yang mana aku mengartikan bahwa mereka memang orang-orang yang baik dan
ksatria. Kesetiakawanan, kerjasama, solidaritas, keharmonisan dalam keluarga
besar yakni Islam.
Sungguh
menyenangkan melihat fenomena itu. Aku mungkin bisa memandangi itu semua dengan
nyaman tanpa perlu risih. Karena, apabila sikap ksatria atau sok gentelmen
semacam itu hanya kepada sepasang laki-laki dan perempuan yang saling punya
rasa, aku jadi risih sendiri. Isi hati yang terlihat tampaknya sudah berbeda
sih. Hihihi...
Aku, melihat
persahabatan, solidaritas, harmonis (romantis), ksatria (pembagian tugas yang
tepat), syar’i.
Sikap yang
romantis dan ksatria dari anak laki-laki bagiku bukan bunga atau perhatian yang
lebih kepada gadis yang disayang, tapi adalah cara untuk menjaga kehormatan dan
harga diri si perempuan. Menjaga mereka untuk tidak tersentuh bahkan oleh diri
mereka sendiri. Dan aku suka cara anak-anak Jazirah berorganisasi,
berkomunikasi, bekerjasama, tapi tetap saling menjaga diri.
oke oke,
BalasHapus