Kamis, 15 Mei 2014

TRADISI

Minggu, 28 Desember 2011

Oleh: De' Ela

TRADISI


Angin dingin berhembus seperti badai kecil. Menghamburkan serbuk-serbuk salju hingga menerpa wajah-wajah pucat dan sudah beku itu. Sekalipun Ann dan Noah sudah mengenakan mantel mereka, nampaknya kekuatan salju merupakan energi yang mampu menyelundup menembus serat-serat mantel. Lebih lagi mantel Ann tidak terbuat dari bulu, melainkan dari kulit.
Dia gemetar sambil terus menggosok tangannya pada lengan.
“Mendekatlah kepadaku,” Noah yang melihat Ann merana, mengulurkan tangannya.
“Tidak, terima kasih.”
“Jangan sok hebat begitu. Kau sudah nyaris beku di tempat.”


Ann membalas dengan tersenyum masam, “Aku tidak ingin ada yang  mengambil kesempatan dari kesempitan solusi.”
Mendengar pernyataan tidak biasa itu Noah tertawa.
“Begitukah yang menurutmu hanya ada dalam pikiranku?”
Ann menatap Noah tajam hingga seolah dia bisa melenyapkannya saat itu juga, “Menurutmu apa lagi. Kau sudah melamarku.” Kemudian dia berjalan lebih cepat, mendahului Noah.
Bibir Noah membuat lengkungan ke atas yang lebih panjang. Mengingat lebih jelas lamaran itu membuatnya makin bahagia. Dia sangat bersyukur dia bisa menjadi yang pertama melamar Ann. Setelah sekian tahun berteman, setelah usaha membuat rumah dan membeli sawah, akhirnya dia dapat melamar Ann. Gadis yang selalu ada di hatinya. Gadis paling cantik di desa, dengan segala kelincahan dan keberaniannya dibandingkan dengan gadis lain.
Perkampungan tempat Ann dan Noah tinggal merupakan sebuah desa kecil yang dikelillingi oleh hutan-hutan, dan diselimuti oleh berbagai tradisi. Termasuk persyaratan seorang laki-laki jika ingin melamar gadis. Mereka haruslah sudah membuatkan rumah untuk tinggal, dan memiliki lapangan pekerjaan sebagai penghasilan, seperti sawah, ladang, peternakan, bengkel peralatan berbahan besi, atau semacamnya.
Noah berjalan cepat di belakang Ann, mengalungkan mantel bulunya pada Ann. Dia sendiri sekarang hanya mengenakan baju putih bergaris-garis vertikal. Ann berbalik dan mendapati Noah tetap saja tersenyum yang baginya itu sangat menyebalkan. Dilepasnya mantel Noah dan dibantingnya ke salju di bawah, kemudian dia injak-injak sampai melesak di antara tumpukan salju. Kotor, basah, jelek, dan nyaris tidak terlihat.
Ditatapnya Noah dengan masih sangat kesal, berharap Noah akan marah. Seharusnya itu cukup membuatnya tahu bahwa Ann benar-benar tak suka ide ini. Akan tetapi yang dilihatnya tetaplah Noah dengan senyum itu. Senyum yang sesungguhnya dulu selalu dapat menenangkannya.
Tapi ada perasaan yang lebih hebat yang memenuhi hati Ann hingga mampu menepis pesona Noah. Kesal, marah, sedih, kecewa, marah, benci!
Semua emosi negatif ini muncul karena suatu keputusan yang Noah ambil. Keputusan yang tak pernah Ann kira akan datang padanya. Lamaran.
Noah dalam kehidupan Ann adalah temannya. Noah dalam hati Ann memang hanyalah teman, selamanya. Dan itu tak kan bisa berubah! Kecuali berubah jadi lebih buruk seperti musuh, seperti sekarang ini.
“Kau tahu, umurku masih sembilan belas tahun.”
“Umurku juga sembilan belas tahun. Hanya lebih tua dua bulan darimu, ingat.”
Ann jengah, gayanya yang santai itu untuk pertama kalinya sangat mengganggunya, sangat membuatnya kesal. Enak sekali dia menanggapi ide konyol pernikahan ini.
“Benar.
Dan kau terlalu muda untuk menikah. Aku juga!” Ann menekankan pada kata terakhirnya. Berharap Noah membatalkan rencana pernikahan ini.
“Tidak juga, Ann. Berdasarkan hukum adat kita baru diperbolehkan menikah setelah usia kita tujuh belas tahun, itu artinya sudah sejak dua tahun lalu. Dan...”
Ann memejamkan mata dan menulikan telinga. Sangat jengah dan kesal. Dia tak mau mendengar kata-kata darinya selanjutnya. Seperti ceramah yang teramat membosankan. Dia bisa menduga kelanjutannya.
Selama perjalanan ini Ann terus saja merutuk dengan bertingkah seperti orang yang sebenarnya malas untuk berpergian, tapi harus berpergian juga. Dia membuat bola-bola salju, inginnya dia lemparkan pada Noah, tapi dia urungkan, alih-alih dia banting ke bawah dengan putus asa dan sedih.
Noah dapat merasakan ketidaksenangan Ann akan rencana pernikahan mereka. Dia tahu sejak awal Ann memang tidak setuju, tapi dia yakin nanti Ann akan dapat menerimanya, sebagai pendampingnya.
“Pernikahan ini sudah tradisi. Dan itu tidak seburuk yang kau bayangkan. Laki-laki melamarmu dan kau harus menerimanya. Tapi laki-laki baru boleh melamar jika mereka sudah punya rumah dan penghasilan. Itu artinya kau tidak akan kekurangan suatu apapun. Kau harusnya senang karena hidupmu pasti akan bahagia dan terjamin.
“Lebih lagi, aku benar-benar serius untuk menikahimu, Ann,” Noah berusaha meyakinkan Ann.
“Begitu, ya.” Dari nada suara Ann kedengarannya dia luluh. Noah tersenyum senang. “Ah, andai saja aku tak punya hati.”
Kalimat itu diucapkan Ann seolah itu hal yang ringan, tapi itu berhasil membuat Noah mematung, sepertinya seluruh organ tubuhnya berhenti bekerja, sementara Ann terus berjalan meninggalkannya semakin jauh.
Dia tidak mengira sebelumnya bahwa ketidaksetujuan Ann segini besarnya. Ann merutuk, ngambek, kesal, ataupun marah itu masih bisa ditoleransi, masih manusiawi, masih bisa dibujuk. Tetapi berharap dia tak punya hati saja adalah hal yang kelewatan.
Dia pikir Ann hanya marah seperti biasa, ngambek seperti biasa, kemudian sebentar lagi dia akan luluh dengan sendirinya dan mulai menerima keadaan, bertoleransi. Tapi sepertinya tidak kali ini. Dia membenci tradisi ini lebih dari dia benci keterlambatan. Dan yang paling buruk dalam penafsiran Noah adalah... bahwa Ann tak punya rasa sama sekali padanya.
Tradisi. Dalam desa mereka pernikahan memiliki aturan-aturan tertentu. Setelah si lelaki memiliki kehidupan yang mapan, mereka akan melamar seorang gadis, dan gadis itu tidak boleh menolaknya. Seperti apapun perasaannya. Karena itulah, Ann jadi sangat kesal. Dia tak punya pilihan, dia tak punya suara. Dan dia membenci tradisi ini.
Lebih lagi, seumur hidupnya Ann tak pernah membayangkan Noah temannya lah yang akan menjadi pendampingnya. Dia, Ann, tak bisa melakukannya, tak bisa dan tak mau menganggapnya lebih dari teman. Tak bisa!!
Sudah hampir satu jam dan Ann merasakan ketenangan di antara mereka, rasanya seperti sendirian. Dan benar saja. Ketika dia menoleh dia memang sendirian. Noah entah di mana tidak mengikutinya lagi.
Dasar tidak bertanggungjawab! batinnya. Semua orang tahu ini bukanlah hutan yang bebas dari hewan liar. Ada serigala, ular, anjing liar, dan macam-macam hewan berbahaya lainnya. Dan sekarang bisa-bisanya dia meninggalkannya sendirian.
Sebenarnya, dia lebih senang begini daripada berjalan bersama Noah yang sekarang. Bahkan sesungguhnya dia lebih suka mati daripada harus menjalani pernikahan tanpa cinta ini. Ya, mati.
Dia baru ingat bahwa sudah beberapa kejadian pasangan yang berjalan melewati hutan tidak pernah kembali.
Tradisi lainnya dari desanya adalah setelah lamaran, kedua calon pengantin harus berjalan melewati hutan untuk mengukir nama mereka di pohon suci jauh di sana. Butuh sehari semalam perjalanan untuk tiba di sana. Ann sekali lagi tak mengerti dengan tradisi desanya. Dia juga makin tak paham dan heran, bisa-bisanya tradisi ini tetap dilestarikan padahal sudah banyak nyawa melayang di sini, di hutan ini. Ann benar-benar tak mengerti, pikirnya ini sangatlah tak berguna!
Mungkin pemikirannya memang sangatlah berbeda dengan cara berpikir orang-orang desa. Mungkin otaknya bermasalah. Tapi dia yakin dia benar. Tentang wanita tidak boleh mengeluarkan pendapat apakah dia mau menerima lamaran atau tidak, tentang melewati hutan yang berbahaya ini, tentang wanita tidak boleh memaku, memperbaiki atap rumah yang bocor, mengecat, ataupun belajar pedang.
Dia jadi teringat, Noah kecilnya selalu dengan senang hati mengajarinya menggunakan pedang secara rahasia, mengijinkannya memanjat pohon untuk memetik apel, ataupun membantunya memperbaiki kursi. Noah lebih dari sekedar teman baginya, tapi juga sahabat, pelindungnya.
Kemudian perasahabatan mereka terasa ada jarak. Noah sibuk dengan urusannya sendiri. Meski begitu mereka tetap saling sapa. Sampai akhirnya tiba-tiba dia melamarnya dan itu merubah semua pendapat dan pandangannya pada Noah. Dia jadi… jijik! Terlalu mengutuk tradisi tidak adil yang menjadikan perempuan tidak punya hak untuk memutuskan kecuali masak apa untuk makan hari ini. Dan sekarang itu terjadi padanya.
Ingin sekali Ann menjerit saking sedihnya. Tapi mulutnya terkunci, hatinya sakit tapi hanya bisa sakit. Dan yang bisa dia lakukan hanyalah menangis dalam diam.
Tapi sepertinya usahanya supaya Noah membatalkan pernikahan mereka berhasil. Benar. Jadi atau tidak suatu pernikahan ada di tangan si laki-laki, mereka punya hak penuh untuk menunjuk siapa yang ingin mereka nikahi ataupun tidak ingin mereka nikahi. Enak sekali, ya, cibir Ann jijik.
Apa yang dikatakannya tadi, ya? Oh, ya: “Andai aku tak punya hati.”
Sepertinya kata-kata itu memang cukup kasar, dan menyakitkan. Mungkin, hanya manusia iblis saja yang berharap begitu. Tapi toh itu berhasil. Bagus lah. Dan untuk pertama kalinya Ann tersenyum meski itu senyum simpul.
Di dalam keheningannya dia dapat mendengar dengan jelas suatu nafas berat di sisi kanannya. Suara nafas itu berhasil membuat jantungnya berdegup lebih keras. Dan kemudian ketakutannya makin menjadi-jadi ketika didapatinya apa yang ada di sana.
Dua taring panjang itu mencuat mengerikan diantara deretan gigi yang tak kalah mengerikannya. Bulunya abu-abu tebal dengan serbuk salju di beberapa sisi. Dua telinganya mencuat ke atas dan meruncing. Dan matanya, mata itu menatap lurus pada Ann. Buat Ann bahkan tak berani melirik kaki-kaki penuh cakar-cakar tajam itu.
Serigala hutan.
Sepersekian detik kemudian si serigala sudah melompat ke arahnya. Ann tak siap untuk menghindar, maka dia pejamkan matanya erat-erat. Lututnya sudah gemetaran hebat tapi saat di mana seharusnya dia terdorong ke belakang sudah lewat dan dia masih berdiri.
Ann tak mengerti. Dibukanya kelopak matanya perlahan.
Serigala itu sudah tidak ada di depannya. Lega.
Namun dia kembali ketakutan ketika dilihatnya di sebelahnya Noah sedang bergulat dengan si serigala. Posisi telah berbalik, Noah ada di bawah sementara serigala terus menggeram marah dan berusaha mencakar dan menggigitnya. Ann baru sadar bahwa Noah ternyata kuat juga. Serigala hutan bukan makhluk yang lemah dan gampag dikalahkan. Dan Noah berhasil menahannya.
Tapi nampaknya sebentar lagi Noah akan kalah juga.
“Aaaargh!!!!”
Buk!!
“GRRRH…!”
“AAARGH!” sekali lagi Noah menghadang serigala yang hendak menyerang Ann. Tapi kali ini sepertinya serigala juga berhasil menggigit bahunya.
Serigala terjatuh diam dengan belati terhunus pada perutnya. Segera saja Noah ikut terjatuh. Ann melepas kayu yang digunakannya untuk menyingkirkan serigala dari badan Noah tadi, dan berjalan mendekati Noah.
Dilihatnya bahunya berdarah dengan bajunya koyak. Ada sobekan lain bekas cakaran yang pertama di dada. Berdarah, mengalir deras.
Ann tidak mengerti. Dia tidak tahu bagaimana cara merawat luka. Maka dia lakukan yang dia bisa. Ditutupnya luka dengan daun kemudian dia tindih dengan salju. Berharap perdarahannya dapat berhenti.
Ann tidak mengerti.
Seharusnya dia saja yang terluka dan kemudian mati. Tidak perlu Noah. Dia yang tidak menginginkan pernikahan ini dan seharusnya dia saja yang pergi. Tidak perlu Noah. Noah tidak seharusnya mengorbankan nyawanya. Noah tidak seharusnya membuatnya berhutang budi. Noah tidak seharusnya membuatnya merasa bersalah seperti ini.
Sekarang bagaimana? Bagaimana jika Noah tidak selamat? Ann bingung dan sedih. Dilihatnya Noah tidak sadarkan diri. Lalu selanjutnya apa?! Ann tidak bisa meninggalkannya di sana sendiri. Ah, salju turun. Ini akan membuatnya antara mati karena terluka atau mati karena beku. Tidak, Ann benar-benar tidak bisa membiarkannya sendiri. Tapi dia juga tak tahu harus bagaimana.
Mungkin, Ann sekarang mengerti kenapa tradisi mengharuskan mereka untuk mengarungi hutan. Supaya jika mereka tidak saling kenal, mereka akan mengenal satu sama lain. Supaya jika tidak ada cinta di antara mereka, cinta itu akan tumbuh. Supaya si wanita dapat melihat kesungguhan pada si pria untuk menikahinya, bukan karena nafsu ataupun kebanggaan semata. Dan supaya jika si wanita sesungguhnya tidak menerima pernikahan itu, dia akan belajar untuk ikhlas, untuk menerima.
Salju berhenti turun secara misterius, sementara itu Ann meletakkan bangkai serigala di atas tubuh Noah.
Ann sekarang mengerti, dan diiringi tangis sunyinya, dia menyandarkan kepalanya di atas bangkai serigala dan menutup mata. Dengan begitu berat dia berkata: “Aku sekarang mengerti…” aku… mau menerimamu.
Ann tidak terbangun terduduk oleh sinar matahari yang menerpa wajahnya, tapi oleh gerakan Noah. Dilihatnya Noah mulai membuka mata, maka Ann sangat lega karena dia masih hidup. Diusapnya air mata yang mengerak di wajahnya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Ku, kurasa ya,” ujarnya.
Ann baru sadar wajah Noah pucat Karena beku, maka dilepasnya sarung tangannya dan ditempelkannya kedua tangan pada pipi Noah. Buat Noah terkejut tak menyangka, dan teramat senang dalam hatinya. Sakit di bahu dan dada langsung dapat diredamnya dengan perasaan begini menyenangkan. Dia juga dapat melihat wajah serius nan cantik Ann dari dekat.
“Aku akan membatalkan pernikahan ini kalau kau benar-benar ingin,” ujar Noah, tersadar dari kesenangannya. Sudah cukup dia membuat Ann menderita. Jika Ann lebih suka mereka hanya berteman, itu sudah cukup asalkan Ann tidak berharap untuk tidak punya hati lagi. Baginya itu adalah harapan paling mengerikan. Seperti raga yang tidak punya jiwa. Dan Noah tidak ingin itu terjadi pada Ann. Mungkin niatnya untuk membahagiakan Ann harus dengan cara lain.
“Tidak perlu.” Ann tidak bisa menahan senyumnya.
Noah pun tidak bisa menahan keterkejutannya. “Apa itu artinya...”
“Kurasa sekarang aku mengerti.” Ann menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Dan aku akan belajar untuk menerima.”
Mungkin Noah sangatlah bahagia karena dia berhasil melamar Ann. Tapi kebahagiaan yang ini berjuta-juta kali lipat lebih besar. Dia tak bisa menahan senyum lebarnya, binar matanya menatap lekat Ann yang masih tersenyum dan tersipu. Ini pun sudah cukup untuk sekarang. Keajaiban akan datang sedikit demi sedikit kan.

~Selesai~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh dicopy tapi jangan diPLAGIAT ya.